Suatu hari Tinggalah seorang anak perempuan yang begitu pemalas. Anak itu bernama Gina. Gina adalah seorang anak perempuan yang hidup tanpa sosok seorang ayah dan ibu. Sejak kecil Gina dirawat dan tinggal bersama neneknya. Mereka tinggal di desa Cerahloka, desa itu bagaikan kepingan surga. Hijaunya pemandangan hamparan sawah dan sungai-sungai yang mengalir begitu jernih. Kicauan burung bagai alunan musik yang menambah indahnya desa itu.

Seorang nenek sedang menikmati keindahan oagi di depan rumahnya. Ia hirup segarnya udara pagi itu dengan penuh rasa syukur. Namun, kegiatannya terhenti karena teringat cucu kesayangannya Gina. Nenek beranjak masuk ke rumah untuk membangunkan Gina.

Tok! Tok! Tok! (Nenek mengetuk pintu kamar Gina keras)

Tak ada jawaban dari arah kamar, lalu nenek menerobos memasuki kamar Gina tanpa permisi.

Nenek: “bangun Gina, ayo nanti bisa terlambat sekolah” ( menggoyangkan tubuh Gina)

Gina: “Ada apa sih nek?!… ganggu orang tidur saja.”

Nenek: “Ayo bangun, dan berangkat sekolah! Nanti terlambat sekarang kan hari senin” (nadanya meninggi)

Gina: “iya iya sabar nenek!”

Gina merasa jengkel kepada neneknya. Karena setiap hari ia selalu diomeli neneknya. Tapi bagaimana lagi, ia sudah kebal dengan omelan neneknya yang bagai radio rusak itu.

Persis apa kata neneknya. Sesampainya di sekolah ia sudah terlambat. Upacara telah dimulai saat ia tiba di depan gerbang sekolah. Seperti hari-hari sebelumnya Gina akan selalu mendapatkan hukuman karena ia datang terlambat.

Pak Udin selaku guru kedisiplinan pun sudah bosan mengomeli Gina. Bukan memberi hukuman seperti biasanya. Pak Udin memberikan surat panggilan orang tua untuk Gina.

Pak Udin: “Ini berikan pada orang tuamu, minta mereka datang besok. Katerlambatanmu benar-benar sudah melebihi batas” (Jawab Pak Udin tegas)

Gina kaget karena mendapatkan surat panggilan orang tua. Dia bingung dan ketakutan bagaimana caranya menyerahkan surat ini pada neneknya. Nenek pasti akan memarahinya habis-habisan.

Sesampainya di rumah, Gina masih merasa cemas. Tanpa pikir panjang. Gina memutuskan untuk kabur dari rumah malam itu. Dia kabur membawa bekal seadanya, malam itu Gina berjalan melewati malam yang panjang tidak tahu harus pergi ke mana.

Dari kejauhan ia melihat sebuah pondok di tepi sungai dan memutuskan untuk tidur di Pondok itu.

Keesokan paginya ayam jago berkokok

Kku Kku Ruyuuuk

Suara ayam itu membangunkan tidur Gina. Ia merasa kelaparan, lalu merogoh tas ranselnya dan menemukan sebungkus roti yang ia kemas kemarin.

Saat sedang asyik makan tiba-tiba muncul cahaya terang dari sungai. Cahaya itu berasal dari tengah sungai, kemudian muncul seorang Petapa yang menjaga wilayah itu. Gina kaget bukan kepalang, ia berteriak kencang ketakutan.

Gina: “Huaaaa…hantu!!”

Petapa: “Hei, aku bukan hantu! Aku penunggu sungai ini, Silowo! dasar anak jaman sekarang” (Petapa itu menggerutu)

Petapa: Anak muda sedang apa kau disini?

Gina : “Eeh ampunn kek..saya tersesat”

Petapa itu tinggal di tengah hutan sagu di atas sungai hijau yang memukau. Gina berpikir sejenak dan melanjutkan bicara.

Gina: “Apa boleh saya tinggal sementara di rumah kakek?”

Petapa : “boleh saja, asal kau mau berubah”

Gina kaget di dalam hati dia berguman “kakek ini kok bisa tau aku pemalas ya?”

Ternyata pada malam hari Petapa itu sudah mengetahui bahwa akan ada anak pemalas dan bandel yang datang di wilayahnya. Petapa itu kemudian menasehati Gina panjang lebar. Hingga Gina menyadari kesalahannya, dan ia bertekad untuk berubah menjadi lebih baik.

Hari pertama di rumah Petapa dia membiasakan untuk bangun awal, mencoba memakan sayur mayur. Meskipun sebelumnya ia paling benci makan sayuran.

Hari kedua

Dia memutuskan untuk berolahraga, mencoba berbagai jenis olahraga seperti lari, senam, dan berenang di sungai dekat rumah kakek petapa.

Tepat satu minggu Gina berada di rumah petapa, dia sudah terbiasa dengan kegiatan produktif yang dilakukan. Dia sudah berubah 180°.

Gina : “Akhirnya aku sudah terbiasa. sudah seminggu aku disini bagaimana kabar nenek ya?”

Tampaknya Gina sudah rindu kepada neneknya

Petapa : “Hei kenapa kau bengong begitu?” (Nada lelucon)

Gina: “Tidak apa apa aku hanya merindukan nenek ku di rumah”

Petapa: “Maka pulanglah kalau begitu, nenekmu pasti khawatir padamu”

Gina: “Baiklah kek… saya pamit ya terima kasih atas semuanya”

Gina segera meneruskan perjalanan untuk pulang ke rumah neneknya di desa Cerahloka. Satu hari berlalu Gina pun sampai di rumah neneknya. Dari kejauhan ia melihat nenek yang sedang duduk di depan rumah dengan wajah murung. Gina dengan riang berjalan cepat menghampiri neneknya. Mereka berpelukan dan saling melepas rindu. Rindu begitu bahagia dengan kepulangan cucunya itu.

Mereka menjalani hidup seperti biasanya di desa yang asri itu. Namun dengan Gina versi baru. Kebiasaannya mulai menjadi baik, sepulang dari pertemuannya dengan petapa di Hutan Sagu itu. Gina lebih rajin bangun pagi, rajin berangkat ke sekolah, terbiasa hidup sehat, dan sering membantu neneknya di rumah. Pada akhirnya Gina berubah menjadi anak yang rajin walau sulit, dia bisa merubah sikap buruknya menjadi lebih baik. Nenek dan Gina hidup tentram dan bahagia di desa kecilnya.